Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan Suku Madura. Bahasa Madura mempunyai penutur lebih kurang 15 juta orang. Kawasannya meliputi Pulau Madura, hujung Timur Pulau Jawa atau di kawasan yang disebut kawasan Tapal Kuda terbentang dari Pasuruan, Surabaya, Malang hingga ke Banyuwangi, Kepulauan Kangean, Kepulauan Masalembo, hingga Pulau Kalimantan. Setelah terjadi rusuhan antara etnik di Kalimantan (Sambas dan Sampit), sebahagian besar masyarakat Madura kembali ke tanah kelahiran mereka. Walaupun mereka masih berharap untuk kembali ke Kalimantan, etnik Dayak bertegas untuk tidak menerima mereka kembali. Bahasa Madura merupakan cabang dari bahasa Austronesia ranting Melayu-Polinesia, dan mempunyai persamaan dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia. Bahasa Madura banyak dipengaruhi oleh Bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa dan lain sebagainya. Pengaruh bahasa Jawa amat kuat dalam bentuk sistem hieraki berbahasa kesan pendudukan Kerajaan Mataram di Pulau Madura. Banyak juga kata-kata dalam bahasa ini yang berakar dari bahasa Indonesia atau Melayu bahkan dengan Minangkabau, tetapi dengan lafaz yang berbeda. Contoh : ? Bhilah (baca : bhilleh e pet pet) sama dengan bila ? Oreng = orang ? Taddha’ = tidak ada (hampir sama dengan kata tadak dalam Bahasa Melayu Pontianak) ? Dhimmah (baca : dimmah) = mana? (hampir serupa dengan dima di Minangkabau) ? Tanyah = sama dengan tanya ? Cakalan = tongkol (hampir mirip dengan kata Bugis : cakalang tapi tidak sengau) ? Onggu = sungguh, benar (dari kata sungguh) ? Kammah (baca : kammah mirip dengan kata kama di Minangkabau)= ke mana? ? Engko = Aku ? Apah = Apa ? Be’en = Kamu ? Ajhelen = Berjalan ? Tedung = Tidur ? Seklangkong = Terima Kasih Bahasa Madura mempunyai sistem sebutan yang unik. Keunikannya menyebabkan orang luar Madura yang berusaha mempelajarinya mengalami kesulitan terutamanya dari segi cara sebutan (pronounciation) tadi. Bahasa Madura mempunyai sebutan ’sentak’ dan ‘tekanan’ seperti bahasa Jawa terutama pada huruf b, d, j, g, atau pada konsonan rangkap seperti jj, dd dan bb . Namun demikian penekanan ini berlaku pada perkataan di bahagian tengah. Sedangkan untuk sistem vokal, Bahasa Madura mengenal huruf a schwa selain a kuat. Sistem vokal lain dalam Bahasa Madura adalah i, u, e dan o. Bahasa Madura ada orang bilang, bahasa Jakarta Timur, maksudnya hampir sama dengan Bahasa Jakarta, tapi Bahasa ini cuman digunakan di sebelah timur Jakarta. Pulau Madura merupakan salah satu pulau kecil diantara sekitan banyak pulau yang ada di Indonesia. Pulau Madura terletak di timur laut Jawa kurang lebih 7 sebelah selatan dari khatulistiwa diantara 112 dan 114 bujur timur.
Luas Pulau Madura 4.887 Km2,. Panjangnya kurang lebih 190 Km dan jarak yang terlebar 40 Km. Pantai utara merupakan suatu garis panjang yang hampir lurus. Pantai selatannya di bagian timur mempunyai dua teluk yang besar terlindung oleh pulau-pulau, gundukan pasir dan batu-batu karang. Batas-batas administrasi Pulau Madura adalah: 1. Batas sebelah utara: Laut Jawa 2. Batas sebelah selatan: Selat Madura 3. Batas sebelah timur: Laut Jawa 4. Batas sebelah barat: Selat Madura Kondisi geografis pulau Madura dengan topografi yang relatif datar di bagian selatan dan semakin kearah utara tidak terjadi perbedaan elevansi ketinggian yang begitu mencolok. Selain itu juga merupakan dataran tinggi tanpa gunung berapi dan tanah pertanian lahan kering. Iklim di daerah pulau madura adalah tropis dengan suhu rata-rata 26,90C. Musim kemarau kering rata-rata 2-4 bulan atau pada musim kemarau panjang 4-5 bulan. Curah hujan rata-rata antara 1500 – 200 mm dengan jumlah hari hujan sekitar 88 hari pertahun. Suhu udara maksimum rata-rata 30,50C. Kelembaban rata-rata 79 %. Komposisi tanah dan curah hujan yang tidak sama dilereng-lereng yang tinggi letaknya justru terlalu banyak sedangkan di lereng-lereng yang rendah malah kekurangan dengan demikian mengakibatkan Madura kurang memiliki tanah yang subur. LATAR BELAKANG PULAU MADURA
Pulau Madura yang terletak di Propinsi Jawa Timur meskipun letak geografisnya terpisah dari Jawa Timur, tidak membuat Pulau Madura kehilangan potensinya sebagai Pulau yang penuh budaya dan memiliki karakteristik masyarakat ataupun sistem ide, sistem sosial yang berbeda dengan masyarakat di Jawa pada umumnya. Secara keseluruhan, Madura termasuk salah satu daerah miskin di provinsi Jawa Timur. Tidak seperti Pulau Jawa, tanah di Madura kurang cukup subur untuk dijadikan tempat pertanian. Kesempatan ekonomi lain yang terbatas telah mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan. Faktor-faktor ini telah mengakibatkan emigrasi jangka panjang dari Madura sehingga saat ini banyak masyarakat suku Madura tidak tinggal di Madura. Penduduk Madura termasuk peserta program transmigrasi terbanyak. Pertanian subsisten (skala kecil untuk bertahan hidup) merupakan kegiatan ekonomi utama. Jagung dan singkong merupakan tanaman budi daya utama dalam pertanian subsisten di Madura, tersebar di banyak lahan kecil. Ternak sapi juga merupakan bagian penting ekonomi pertanian di pulau ini dan memberikan pemasukan tambahan bagi keluarga petani selain penting untuk kegiatan karapan sapi. Perikanan skala kecil juga penting dalam ekonomi subsisten di sana. Tanaman budi daya yang paling komersial di Madura ialah tembakau. Tanah di pulau ini membantu menjadikan Madura sebagai produsen penting tembakau dan cengkeh bagi industri kretek domestik. Sejak zaman kolonial Belanda, Madura juga telah menjadi penghasil dan pengekspor utama garam. Bangkalan yang terletak di ujung barat Madura telah mengalami industrialisasi sejak tahun 1980-an. Daerah ini mudah dijangkau dari Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia, dan dengan demikian berperan menjadi daerah suburban bagi para penglaju ke Surabaya, dan sebagai lokasi industri dan layanan yang diperlukan dekat dengan Surabaya. Jembatan Suramadu yang lama direncanakan dan kini sedang dalam tahap pembangunan diharapkan meningkatkan interaksi daerah Bangkalan dengan ekonomi regional. SEJARAH PULAU MADURA Menurut legenda, sejarah Madura barat bermula dari munculnya seorang raja dari Gili Mandangin atau lebih tepatnya di daerah Sampang. Nama raja tersebut adalah Lembu Peteng, yang masih merupakan putra Majapahit hasil perkawinan dengan putri Islam asal Campa. Lembu Peteng juga seorang santri Sunan Ampel. Dan, Lembu Peteng-lah yang dikenal sebagai penguasa Islam pertama di Madura Barat. Sebelum Islam, Madura pernah diperintah oleh penguasa non muslim, yang merupakan yang berasal dari kerajaan Singasari dan Majapahit. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan, pada permulaan dasawarsa abad 16, raja Madura belum masuk Islam. Dan dia adalah seorang bangsawan mantu Gusti Pate dari Majapahit. Pernyataan itu diperkuat dengan adanya temuan – temuan arkeologis, baik yang bernafaskan Hindu dan Bhudda. Temuan tersebut ditemukan di Desa Kemoning, berupa sebuah lingga yang memuat inskripsi. Sayangnya, tidak semua baris kalimat dapat terbaca. Dari tujuh baris yang terdapat di lingga tersebut, pada baris pertama tertulis, I Caka 1301 (1379 M), dan baris terakhir tertulis, Cadra Sengala Lombo, Nagara Gata Bhuwana Agong (Nagara: 1, Gata: 5, Bhuwana: 1, Agong: 1) bila dibaca dari belakang, dapat diangkakan menjadi 1151 Caka 1229 M. Temuan lainnya berupa fragmen bangunan kuno, yang merupakan situs candi. Oleh masyarakat setempat dianggap reruntuhan kerajaan kecil. Juga ditemukan reruntuhan gua yang dikenal masyarakat dengan nama Somor Dhaksan, lengkap dengan candhra sengkala memet bergambar dua ekor kuda mengapit raksasa. Berangkat dari berbagai temuan itulah, diperoleh gambaran bahwa antara tahun 1105 M sampai 1379 M atau setidaknya masa periode Singasari dan Majapahit akhir, terdapat adanya pengaruh Hindu dan Bhudda di Madura barat. Sementara temuan arkeologis yang menyatakan masa klasik Bangkalan, ditemukan di Desa Patengteng, Kecamatan Modung, berupa sebuah arca Siwa dan sebuah arca laki-laki. Sedang di Desa Dlamba Daja dan Desa Rongderin, Kecamatan Tanah Merah, terdapat beberapa arca, di antaranya adalah arca Dhayani Budha. Di samping itu, berbagai temuan yang berbau Siwais juga ditemukan di makam-makam raja Islam yang terdapat di Kecamatan Arosbaya. Arosbaya ini pernah menjadi pusat pemerintahan di Bangkalan. Misalnya pada makam Oggo Kusumo, Syarif Abdurrachman atau Musyarif (Syech Husen). Pada jarak sekitar 200 meter dari makam tersebut ditemukan arca Ganesha dan arca Bhirawa berukuran besar. Arosbaya merupakan pusat perkembangan kebudayaan Hindu di Madura Barat (Bangakalan) semakin kuat dengan adanmya temuan berupa bekas pelabuhan yang arsitekturnya bernafaskan Hindu, dan berbentuk layaknya sebuah pelabuhan Cina. |
ArchivesCategories |